Friday, December 4, 2015

Norma Perhitungan Pajak Penghasilan

PENGERTIAN NORMA PERHITUNGAN
Tidak semua Wajib Pajak tentu memiliki kemampuan untuk membuat pembukuan. Justru pada umumnya, pengusahan kita mayoritas masih pada taraf usaha kecil. Mereka sangat mungkin tidak memiliki kemampuan membuat pembukuan. Selain itu, para profesional yang memiliki praktek profesi sendiri mungkin saja tidak memiliki pembukuan. Nah, bagi mereka yang tidak mau membuat pembukuan, Direktorat Jenderal Pajak telah membuat Norma Penghitungan.

Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Norma penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal :
1.                  tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
2.                  pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar.
Norma penghitungan disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. Aplikasinya, Norma Penghitungan itu merupakan persentase tertentu untuk mencari penghasilan neto. Wajib Pajak tidak perlu merinci berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk mencari penghasilan neto.

Formula umum untuk mencari penghasilan neto itu : 
Penghasilan Netto=Penghasilan Kotor – Biaya

Tetapi formula Norma Penghitungan untuk mencari penghasilan neto adalah : 
Penghasilan Netto=Penghasilan Kotor x Norma

Saya ingatkan kembali, untuk mencari PPh terutang untuk WP OP, penghasilan neto masih dikurangi lagi dengan PTKP. 
Sehingga formula lengkap untuk mencari PPh terutang dalam Norma Perhitungan adalah :


PPh Terutang            = [Penghasilan Netto - PTKP] x Tarif
                                    = [(Penghasilan Kotor x Norma) - PTKP) x Tarif

Pemilihan Norma Penghasilan bagi Wajib Pajak memiliki keuntungan dan kerugian. 
Keuntungannya adalah sederhana. Wajib Pajak tidak perlu membuat pembukuan yang lengkap. Wajib Pajak tidak perlu membuat laporan keuangan seperti Neraca (balance sheet), dan Laporan Laba Rugi (income statement). Wajib Pajak cukup membuat catatan penghasilan kotor!!!
Kerugiannya adalah tidak pernah rugi. Yah, bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan maka usahanya tidak akan pernah rugi. Selalu untung! Pada kenyataannya, namanya usaha ada untung, ada rugi bukan?

Seperti dijelaskan diatas, Norma Penghitungan dibuat berdasarkan penelitian. Artinya, Norma Penghitungan dibuat dengan moderat atau pertengahan. Karena itu, pada prakteknya mungkin laba usaha kita bisa diatas atau dibawah Norma Penghitungan. Karena itu, jika laba usaha (persentase keuntungan) kita tinggi maka akan menguntungkan jika penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan. Jika sebaliknya, persentase keuntungan kita kecil, Wajib Pajak sebenarnya rugi menggunakan Norma Penghitungan.


PENGELOMPOKKAN NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO 
Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
1.    10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu 
1)      Medan,                
2)      Palembang,        
3)      Denpasar
4)      Jakarta,                
5)      Manado
6)      Bandung,              
7)      Makassar
8)      Semarang,            
9)      Pontianak;
2.   Ibukota propinsi lainnya;
3.   Daerah lainnya.

YANG BERHAK MENGGUNAKAN NORMA PERHITUNGANWP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh)
CONTOH PEMAKAIAN NORMA PENGHITUNGAN
1.                  Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon.
Ø  Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon Rp. 40.000.000,-
Ø  Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta Rp. 72.000.000,-
Penghasilan Nettdihitung sebagai berikut:
Dari industri rotan :12,5% X Rp. 40.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
Sebagai dokter :45% X Rp. 72.000.000,- = Rp. 32.400.000,-
Jumlah penghasilan Neto = Rp. 37.400.000,-
Penghasilan Kena Pajak            = Penghasilan Neto - Penghasilan Tidak Kena Pajak
= Rp. 37.400.000,- Rp. 21.120.000,-
= Rp. 16.280.000,-
Pajak penghasilan yang terutang = 5% X Rp. 16.280.000,- = Rp. 814.000,-
Catatan:
a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100
b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213
c. Istri tidak punya penghasilan

2.                  Seorang Wajib Pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan sebesar Rp.15.000.000,00. Ia kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut:
o        Jumlah peredaran setahun = 12 X Rp. 15.000.000,- = Rp. 180.000.000,-
o        Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320 = 25%
o        Penghasilan neto setahun = 25% X Rp. 180.000.000,- = Rp. 45.000.000,-
o        Penghasilan Kena Pajak            = penghasilan neto Penghasilan TidakKena Pajak
                                                         = Rp. 45.000.000,- Rp. 19.360.000,- 
                                                         = Rp. 25.640.000,-
Pajak Penghasilan yang terutang = 5% X Rp. 25.640.000,00 
                                                     = Rp. 1.282.000,-
o        Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar = 1/12 X Rp. 1.282.000,- = Rp. 106.833,-


3.                  Contoh perhitungan dengan norma penghasilan neto Tahun Pajak 2013 :Tuan Adit seorang pengusaha perdagangan bahan bangunan dengan nama toko Makmur di Purwokerto. Dari toko tersebut tuan Adit memperoleh penghasilan kotor (bruto) dalam Januari s/d Juni adalah Rp.600.000.000,-
Penghasilan neto tuan Adit dalam enam bulan(Januari s/d Juni 2013)dihitung sebagai berikut :
Penghasilan Bruto : 600.000.000
Norma penghasilan neto kode 62440 dengan tarif sebesar  :  20 %
Penghasilan Netto =600.000.000 x 20 %  = 120.000.000    

Untuk melihat persentase Norma Perhitungan.. klik di bawah ini

Tabel Norma Perhitungan

Semoga bermanfaat...
Rabbi zidni ilman warzuqni fahman :)
  

No comments:

Post a Comment