1.
METODE DALAM
PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN DALAM SISTEM PERIODIK (FISIK)
a)
FIFO
Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal
yang ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan
demikian barang yang ada dalam persediaan dianggap berasal dari
pembelianpembelian sebelumnya dianggap telah dijual atau dikeluarkan.
Ilustrasi : Menentukan
nilai persediaan dengan metode FIFO/MPKP.
Transaksi perdagangan PT. TATA, Jakarta dalam bulan
Januari 2002:
01/1
|
Saldo
|
10 unit
|
@10.000
|
10/1
|
Pembelian
|
25 unit
|
@20.000
|
20/1
|
Pembelian
|
5 unit
|
@30.000
|
TOTAL
|
40 unit
|
||
25/1
|
Penjualan
|
30 unit
|
@25.000
|
31/1
|
Sisa di Gudang
|
10 unit
|
(dihitungan secara fisik
|
Harga Pokok Penjualan untuk 30 unit
yang terjual adalah:
10 unit
|
@10.000
|
100.000
|
20 unit
|
@20.000
|
400.000
|
30 unit
|
500.000
|
Maka nilai
persediaan atas dasar metode FIFO adalah :
5 unit
|
@20.000
|
100.000
|
5 unit
|
@30.000
|
150.000
|
10 unit
|
250.000
|
b)
LIFO
Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya
persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga
pokok penjualan. Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO.
Ilustrasi : Menentukan
nilai persediaan dengan metode LIFO/MTKP.
Transaksi perdagangan PT. TATA, Jakarta dalam bulan
Januari 2002:
01/1
|
Saldo
|
10 unit
|
@10.000
|
10/1
|
Pembelian
|
25 unit
|
@20.000
|
20/1
|
Pembelian
|
5 unit
|
@30.000
|
TOTAL
|
40 unit
|
||
25/1
|
Penjualan
|
30 unit
|
@25.000
|
31/1
|
Sisa di Gudang
|
10 unit
|
(dihitungan secara fisik
|
Harga Pokok
Penjualan untuk 30 unit yang terjual adalah:
5 unit
|
@30.000
|
150.000
|
25 unit
|
@20.000
|
500.000
|
30 unit
|
650.000
|
Maka nilai
persediaan atas dasar metode LIFO adalah:
10 unit
|
@10.000
|
100.000
|
c)
RATA-RATA
SEDERHANA
Pada metode rata-rata sederhana, harga rata-rata barang per unit
dihitung dengan membagi total harga per satuan setiap transaksi pembelian
dengan jumlah transaksi pembelian termasuk persediaan awal barang.
Sedang nilai persediaan barang diperoleh dari hasil perkalian harga
rata-rata per unit barang dengan sisa barang
Ilustrasi : Menentukan nilai persediaan dengan metode
Rata-rata Sederhana.
Transaksi perdagangan PT. TATA, Jakarta bulan Januari
2000:
01/1
|
Saldo
|
10 unit
|
@10.000
|
10/1
|
Pembelian
|
25 unit
|
@20.000
|
20/1
|
Pembelian
|
5 unit
|
@30.000
|
TOTAL
|
40 unit
|
60.000
|
|
Harga rata-rata sederhana
|
60.000/ 3
|
20.000
|
|
25/1
|
Penjualan
|
30 unit
|
@20.000
|
31/1
|
Sisa di Gudang
|
10 unit
|
(dihitung secara fisik)
|
Maka nilai
persediaan atas dasar metode Rata-rata Sederhana adalah:
10 unit
|
@20.000
|
200.000
|
d)
RATA-RATA
TERTIMBANG
Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata
barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk
dijual total kuantitasnya,
Ilustrasi : Menentukan
nilai persediaan dengan metode Rata-rata Tertimbang.
Transaksi
perdagangan PT. TATA, Jakarta bulan Januari 2000:
01/1
|
Saldo
|
10 unit
|
@10.000
|
100.000
|
10/1
|
Pembelian
|
25 unit
|
@20.000
|
500.000
|
20/1
|
Pembelian
|
5 unit
|
@30.000
|
150.000
|
TOTAL
|
40 unit
|
750.000
|
||
Harga rata-rata tertimbang
|
750.000/ 40 unit
|
18.750
|
||
25/1
|
Penjualan
|
30 unit
|
@18.750
|
|
31/1
|
Sisa di Gudang
|
10 unit
|
(dihitung secara fisik
|
Maka nilai
persediaan atas dasar metode Rata-rata Tertimbang adalah:
10 unit
|
@18.750
|
187.500
|
e)
IDENTIFIKASI
KHUSUS
Pengukuran biaya pada persediaan dengan metode
identifikasi khusus memang jarang digunakan pada perusahaan. Tapi tidak sedikit
pula perusahaan atau entitas yang menggunakan metode ini. Perusahaan atau
entitas yang menggunakan metode identifikasi khusus jika memiliki persediaan
yang dapat diidentifikasi dan pada saat penjualannya tidak dapat
disubtitusikan.
Persediaan yang dimiliki baik persediaan awal,
pembelian, sampai persediaan akhir dapat di identifikasi masing-masing nilai
perolehan nya. Persediaan yang tidak dapat disubtitusi penjualannya atau
pemakaiannya dapat dicontohkan pada perusahaan dagang yang menjualkan mobil.
Jika konsumen sudah menunjuk satu mobil yang disukai dan hendak dibeli, maka
mobil tersebut yang langsung keluar. Jadi pada metode identifikasi khusus tidak
terikat seperti metode first in firs out atau last in
last out (sudah tidak diperkenankan).
Metode identifikasi khusus juga berbeda dengan metode
rata-rata tertimbang dalam menentukan nilai persediaan. Pada metode
identifikasi khus, nilai persediaan adalah benar-benar sebesar harga perolehan
nya. Jadi tidak dilakukan perhitungan nilai persediaan dengan menggunakan
rata-rata atas nilai persediaan yang ada dengan nilai persediaan yang masuk.
Harga pokok penjualan pada metode identifikasi khusus sebesar nilai peroleh
mobil yang dijual tersebut.
Kelemahan metode ini jika
perusahaan memiliki jenis persediaan yang dapat disubtitusi dan memiliki volume
transaksi yang tinggi. Hal ini dapat dicontohkan pada perusahaan yang
menjualkan beras. Pada saat pembelian yang terjadi selama satu periode,
perusahaan memiliki harga beras yang beragam dengan jumlah transaksi yang
banyak. Hal ini akan memakan banyak waktu dan tempat untuk mengidentifikasi
beras sesuai harga perolehan nya dan jumlah yang dimiliki.
Agar lebih paham, langsung ke contoh saja. Berikut
adalah data transaksi pada perusahaan mobil antik yang sangat langka pada bulan
Januari 2014:
Tanggal
|
Keterangan
|
02
|
Membeli sebuah mobil A dengan nilai Rp 1.000.000.000,00
|
10
|
Membeli sebuah mobil B dengan nilai Rp 2.000.000.000,00
|
15
|
Membeli sebuah mobil C dengan nilai Rp 3.000.000.000,00
|
20
|
Membeli sebuah mobil D dengan nilai Rp 5.000.000.000,00
|
25
|
Menjual mobil A (Rp 1.500.000.000,00) dan mobil C (Rp 4.000.000.000,00)
|
Dari data
diatas, yang terjual adalah mobil yang dibeli tanggal 2 dan 15 Januari.
Jadi
dengan metode identifikasi khusus tidak terikat kapan persediaan diperoleh
seperti metode FIFO dan LIFO.
Oleh
karena itu, harga pokok penjualan perusahaan sebesar nilai perolehan mobil yang
terjual sebesar
Mobil A
|
1.000.000.000
|
Mobil B
|
3.000.000.000
|
Harga Pokok Penjualan
|
4.000.000.000
|
Metode
identifikasi juga berbeda dengan metode rata-rata tertimbang yang memiliki satu
harga untuk semua jenis produknya. Berdasarkan metode identifikasi khusus,
persediaan dinilai sesuai harga perolehan masing-masing. Jadi persediaan akhir
perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan
|
Nominal
|
Mobil B
|
Rp 2.000.000.000,00
|
Mobil D
|
Rp 5.000.000.000,00
|
Jumlah
|
Rp 7.000.000.000,00
|
Pengaruh
metode FIFO, LIFO, Rata-rata Sederhana, Rata-rata Tertimbang terhadap Persediaan Akhir,HPP, dan Laba Kotor.
Misalnya,
penjualan 30 unit @ Rp. 40.000,- maka dapat dibuat perbandingan berikut
di bawah:
Keterangan
|
FIFO
|
LIFO
|
RATA-RATA
|
||||||||||
Tertimbang
|
Sederhana
|
||||||||||||
Penjualan
30 unit @ Rp 40.000 per
unit
|
Rp
1.200.000,00
|
Rp
1.200.000,00
|
Rp
1.200.000,00
|
Rp
1.200.000,00
|
|||||||||
HP barang
yang dapat dijual
(Persd.Awal
+ Pembelian)
|
Rp
750.000,00
|
Rp
750.000,00
|
Rp
750.000,00
|
Rp
750.000,00
|
|||||||||
Persediaan
akhir 10 unit
(rumus
dari metode masing-masing)
|
5
|
@20.000
|
100.000
|
10
|
@10.000
|
Rp.
100.000 |
10
|
18.750
|
Rp.
187.500
|
10
|
20.000
|
Rp.
200.000
|
|
5
|
@30.000
|
150.000
|
|||||||||||
10
|
Rp. 250.000
|
||||||||||||
Harga
Pokok Penjualan/ HPP
(HP
barang yang dapat dijual- Persd.Akhir)
|
Rp. 750.000
|
Rp. 750.000
|
Rp. 750.000
|
Rp. 750.000
|
|||||||||
Rp. (250.000)
|
Rp. (100.000)
|
RP. (187.500)
|
Rp. (200.000)
|
||||||||||
Rp. 500.000
|
Rp. 650.000
|
Rp. 562.500
|
Rp. 550.000
|
||||||||||
Laba
kotor
(Penjualan-HPP)
|
Rp.1.200.000
|
Rp.1.200.000
|
Rp.1.200.000
|
Rp.1.200.000
|
|||||||||
(Rp. 500.000)
|
(Rp. 650.000)
|
(Rp. 562.500)
|
(Rp. 550.000)
|
||||||||||
Rp. 700.000
|
Rp. 550.000
|
Rp. 637.500
|
Rp. 650.000
|
||||||||||
Ringkasan
pengaruh ketiga metode
|
Persediaan Akhir
|
Tertinggi
|
Terendah
|
Berada di antara FIFO dan LIFO, tetapi di bawah
Rata-rata sederhana
|
Berada di antara FIFO dan LIFO, tetapi di atas
Rata-rata sederhana
|
||||||||
HPP
|
Terendah
|
Tertinggi
|
|||||||||||
Laba Kotor
|
Tertinggi
|
Terendah
|
2.
METODE DALAM
PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN DALAM SISTEM PERPETUAL
a)
Metode FIFO
b)
Metode LIFO
c)
Metode
Rata-Rata Bergerak
Contoh soal :
Tanggal
|
Keterangan
|
Unit
|
Satuan (Rp)
|
1/1
|
Saldo
|
10
|
5.500
|
2/1
|
Pembelian
|
5
|
5.000
|
4/1
|
Retur Pembelian
|
1
|
5.000
|
5/1
|
Penjualan
|
12
|
6.000
|
6/1
|
Retur Penjualan
|
1
|
6.000
|
Kartu Persediaan Barang Dagang
(FIFO)
dalam rupiah
Tanggal
|
Keterangan
|
Masuk
|
Keluar
|
Saldo
|
||||||
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
||
1/1
|
Saldo
|
10
|
5.500
|
55.000
|
||||||
2/1
|
Beli
|
5
|
5.000
|
25.000
|
10
|
5.500
|
55.000
|
|||
5
|
5.000
|
25.000
|
||||||||
4/1
|
Retur Beli
|
(1)
|
5.000
|
(5.000)
|
10
|
5.500
|
55.000
|
|||
4
|
5.000
|
20.000
|
||||||||
5/1
|
Jual
|
10
|
5.500
|
55.000
|
2
|
5.000
|
10.000
|
|||
2
|
5.000
|
10.000
|
||||||||
12
|
65.000
|
|||||||||
6/1
|
Retur Jual
|
(1)
|
5000
|
(5000)
|
3
|
5.000
|
15.000
|
|||
3
|
5.000
|
15.000
|
Kartu Persediaan Barang Dagang
(LIFO)
dalam rupiah
Tanggal
|
Keterangan
|
Masuk
|
Keluar
|
Saldo
|
||||||
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
||
1/1
|
Saldo
|
10
|
5.500
|
55.000
|
||||||
2/1
|
Beli
|
5
|
5.000
|
25.000
|
10
|
5.500
|
55.000
|
|||
5
|
5.000
|
25.000
|
||||||||
4/1
|
Retur Beli
|
(1)
|
5.000
|
(5.000)
|
10
|
5.500
|
55.000
|
|||
4
|
5.000
|
20.000
|
||||||||
5/1
|
Jual
|
4
|
5.000
|
20.000
|
2
|
5.500
|
11.000
|
|||
8
|
5.500
|
44.000
|
||||||||
12
|
64.000
|
|||||||||
6/1
|
Retur Jual
|
(1)
|
5.500
|
(5.500)
|
3
|
5.500
|
16.500
|
Kartu Persediaan Barang Dagang
(Rata-rata Bergerak)
dalam rupiah
Tanggal
|
Keterangan
|
Masuk
|
Keluar
|
Saldo
|
||||||
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
Unit
|
Harga
|
Jumlah
|
||
1/1
|
Saldo
|
10
|
5.500
|
55.000
|
||||||
2/1
|
Beli
|
5
|
5.000
|
25.000
|
15
|
5.333,33
|
80.000
|
|||
4/1
|
Retur Beli
|
(1)
|
5.000
|
(5.000)
|
14
|
5.357,14
|
75.000
|
|||
5/1
|
Jual
|
12
|
5.357,14
|
64.285,68
|
2
|
5.357,14
|
10.714,28
|
|||
6/1
|
Retur Jual
|
(1)
|
5.357,14
|
(5.357,14)
|
3
|
5.357,14
|
16.071,42
|