Wednesday, April 6, 2016

TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN

TEORI  KETENTUAN PELINDUNGAN KONSUMEN
A.  UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah
-       hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsibarang dan atau jasa;
-       hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
-       hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-       hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
1.       Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2.       Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3.       Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4.       Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5.       Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6.       Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7.       Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

B.  HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam pasal 4 dan 5 UU No. 8 Tahun 1999, sebagai berikut:
a)   Hak konsumen antara lain:
1.      hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.      hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.      hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.      hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.      hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.      hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.      hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.      hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau  jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b)   Kewajiban konsumen adalah:
1.      membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.      beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.      membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.      mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.

C.  HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA / PENGUSAHA
Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 Tahun 1999. sebagai berikut
a)   Hak pelaku usaha adalah:
1.      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b)   Kewajiban pelaku usaha adalah:
1.      beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.      memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

D.  SANKSI-SANKSI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
a)      Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
Ø Pengembalian uang atau
Ø Penggantian barang atau
Ø Perawatan kesehatan, dan/atau
Ø Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
b)     Sanksi Administrasi :
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
c)      Sanksi Pidana :
Kurungan :
v Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah)
(Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
v Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
d)     Hukuman tambahan , antara lain :
v Pengumuman keputusan Hakim
v Pencabuttan izin usaha;
v Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
v Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
v Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

E.  BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL (BPKN)
a)      Sejarah BPKN
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi serta Keanggotaan BPKN. Oleh karena BPKN terbentuk karena adanya UUPK maka tentu saja sejarah BPKN tidak lepas dari sejarah UUPK itu sendiri.
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadi pada dekade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Ketika itu gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian, pengaduan, dan publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri, kondisi politik bangsa Indonesia saat itu masih dibayang-bayangi dengan kampanye penggunaan produk dalam negeri. Namun, seiring perkembangan waktu, gerakan perlindungan konsumen dilakukan melalui koridor hukum yang resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen. Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar, penyusunan naskah penelitian, pengkajian dan naskah akademik RUU (perlindungan konsumen). Sekedar untuk mengingat secara historis, beberapa di antara kegiatan tersebut adalah:

b)     Dasar Hukum BPKN
Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan terbentuknya Badan Perlindungan Konsumen antara lain:
1.      UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2.      Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen.

c)      Nama, Kedudukan, Fungsi dan Tugas

Nama
Pasal 31 :
“Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional”
Dalam pasal ini, dapat diketahui bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) diadakan untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen di indonesia. Istilah “mengembangkan” yang digunakan di dalam rumusan pasal ini, menunjukkan bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya untuk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur dalam pasal yang lain, khususnya tentang pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, pengaturan larangan-larangan bagi pelaku usaha di dalam menjalankan bisnisnya, pengaturan tanggung jawab pelaku usaha, dan pengaturan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.
Pengaturan tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional memperlihatkan bentuk kesungguhan pembuatan undang-undang memberikan perlindungan kepada konsumen yang selama ini lebih banyak hanya dijadikan sebagai objek produksi barang dan/atau jasa oleh pelaku usaha. Sebagai objek produksi yang dimaksud adalah karena berbagai produk yang dibuat lebih banyak berpihak pada kepentingan pelaku usaha dan mengabaikan kepentingan konsumen. Seperti produk yang tidak layak dikonsumsi, tidak memuat komposisi dalam label atau etiket barang yang dikeluarkan, tidak memenuhi standar mutu, dan sebagainya. Dengan adanya UUPK ini, produk barang dan/atau jasa seperti itu telah dilarang untuk ditawarkan, dipromosikan, diiklankan dan/atau diperdagangkan.

Kedudukan
Pasal 32 :
“Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggungjawab kepada Presiden.”
Pasal ini memberikan kedudukan Badan Pelindungan Konsumen Nasional di ibu kota negara dan bertanggungjawab kepada Presiden. Konsumen Nasional tidak dapat diintervensi oleh pihak departemen Perdagangan dan Penindustrian di dalam pelaksanaan tugasnya. Kedudukannya independen dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. 

Fungsi
Pasal 33 :
“Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.”
Pasal ini memperjelas peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional terhadap pemberdayaan konsumen. Pasal ini bersifat umum, yang selanjutnya akan dijelaskan oleh pasal 34.
Fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia dapat trejadi dalam berbagai bentuk dan tidak terbatas pada penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.

Tujuan
Pasal 34 :
1)   Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas :
a)      Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b)      Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
c)      Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
d)     Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
e)      Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f)       Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g)      Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.

2)   “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen internasional.”


sekian dari saya.. semoga bermanfaat
rabbi zidni ilman, warzuqni fahman :)

dan >>>> Regulasi Bisnis

Sunday, February 7, 2016

REGULASI BISNIS

Regulasi Bisnis

A.  PENGERTIAN REGULASI BISNIS
Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/lembaga dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan”. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk , misalnya : pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial ( misalnya norma ), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat , mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi(seperti denda).
Regulasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai karena di dalam proses pembuatannya akan terjadi tarik menarik kepentingan yang kuat antara kepentingan publik, pemilik modal dan pemerintah.Penerapan dari regulasi bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk yakni pembatasan hukum yang diberikan oleh pemerintah, regulasi oleh suatu perusahaan, da sebagainya
Sedangkan bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba, dilansir dari wikipedia.
Kata bisnis sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Artinya, bisnis adalah keadaan sibuk dalam mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan sebagai tujuan akhir.
Jika digabungkan, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa regulasi bisnis adalah proses pengaturan dan pemberian batasan-batasan untuk sebuah bisnis.
Atau bisa juga Regulasi bisnis adalah aturan atau etika yang harus dipenuhi oleh para pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya
Pengertian regulasi bisnis dalam ilmu ekonomi adalah segala bentuk aturan untuk mengendalikan perilaku bisnis bisa dalam bentuk pembatasan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, regulasi dalam bidang industry, perturan asosiasi perdagangan dsb.
Dari sudut pandang pemerintah, regulasi bisnis adalah aturan-aturan dan kebijakan khusus yang diberlakukan untuk memastikan pertumbuhan bisnis di masyarakat dapat lebih teratur, terarah dan menuju ke arah yang lebih baik dan saling menguntungkan.

B.  REGULASI DIBIDANG HUKUM MEREK
a)      Landasan Hukum Bidang Merk :
1.      UU No.15 Tahun 2001 tentang Merk
2.      UU No.23 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merk
3.      PP No.24 Tahun 1993 Tentang Kelas Barang Dan Jasa
4.      PP No.7 Tahun 2005 Tentang Komisi Banding Merk
5.      PP No.51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis

b)     Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.

c)      Lingkup Merk
Ø Merk Dagang : Merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenisnya. Contohnya : Tamarin,Malboro,Kodak DLL
Ø Merk Jasa : Merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa dejenis lainnya. Contohnya : Primagama,Kailan DLL

d)     Sistem Perlindungan Merk
v Sistem Konstitutif : Hak atas merk timbul karena pendaftaran
v First To File : Hak atas merk diberikan kepada pandaftar pertama

e)      Merk Tidak Dapat Didaftarkan
1.      Permohonan yang beritikad tidak baik (Pasal. 4 UU Merk)
2.      Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan moralitas agama dan ketertiban umum (Pasal 5 Huruf a)
3.      Tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 Huruf b)
4.      Telah menjadi milik umum ( Pasal 5 Huruf c)
5.      Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya (Pasal 5 Huruf d)

f)       Fungsi Pendaftaran Merk :
1.      Sebagai alat bukti
2.      Sebagai dasar untuk menolak permohonan merk orang lain
3.      Mencegah oranglain untuk menggunakan merk yang sama

g)      Prosedur mendaftarkan Merek
1.      Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
2.      Permohonan dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang scr bersama-sama
3.      Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya
4.      Dalam hal permohonan diajukan oleh beberapa orang, semua nama pemohon dicantumkan menggunakan salah satu alamat sebagai alamat mereka.

h)     Permohonan Merek yang ditolak
1.      Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhanya dengan merek lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang/jasa yang sejenis
2.      Merupakan persamaan pada pokoknya atau keseluruhanya dengan merek lain yang sudah terkenal untuk barang atau jasa yang sejenis
3.      Menyerupai atau merupakan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain kecuali atas izin tertulis dari yang berhak
4.      Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah terkenal
5.      Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, atau emblem Negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang
6.      Merupakan tiruan atau menyerupai tanda, cap, atau stempe resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

C.  REGULASI DIBIDANG HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
a)      Pengertian Perlindungan Konsumen
Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 mengatur tentang hak dan kewajiban serta larangan bagi konssumen dan pelaku usaha.:
“Perlindungan konsumen yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk hukum perlindungan kepada konsumen”.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum di Indonesia

Di samping Perlindungan Konsumen yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut:
a)    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
b)   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
c)    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
d)   Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

b)     Jenis Perlindungan Konsumen
1.      Perlindungan priventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.

2.      Perlindungan kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan barang/jasa oleh konsumen

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa.
Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.

c)      Asas-Asas Perlindungan Konsumen :
asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.      Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.      Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.      Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.      Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.      Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

d)     Tujuan Perlindungan Konsumen
Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

D.  REGULASI DIBIDANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
a)      Pengertian Praktek Monopoli
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau sering disebut UU Anti Monopoli.
Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasara atas barang/jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

b)     Bentuk-Bentuk Monopoli
1.      Monopoli karena undang-undang
Monopoli yang diberikan oleh pemerintah melalui peraturan UU
2.      Monopoli secara alami
Monopoli yang disebabkan oleh keadaan alam tertentu.
3.      Monopoli karena lisensi
Monopoli seperti izin penggunaan hak cipta, hak paten, penggunaan kekayaan intelektual

c)      Tujuan Dibuat Larangan Praktek Monopoli (UU Anti Monopoli):
1.      Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efesiensi ekonomi nasional
2.      Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
3.      Mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
4.      Terciptanya efektivitas dan efesiensi dalam usaha

d)     Larangan Praktek Monopoli
Regulasi Larangan Praktek Monopoli di indonesia diatur dalam UU No. 5 tahun 1999  tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau sering disebut UU Anti Monopoli.

e)      Kegiatan yang dilarang
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a)    barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
b)   satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

E.  REGULASI DIBIDANG PERATURAN HUKUM DAGANG
a)      Pengertian Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan.
Hukum Dagang adalah keseluruhan dari aturan aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau perdagangan.

Hukum dagang di Indonesia selanjutnya dikembangkan dengan bersumber  pada :
1)   Hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan
2)   KUHD (Kitab UndangUndang Hukum Dagang)  atau WKI (Wetboek van Koophandel Indonesia)
3)   KUHS (Kitab UndangUndang Hukum Sipil) atau BWI (Burgerlijk Wetboek Indonesia)

b)     Subjek Dan Objek :
1.      Subjek hukum dagang sesuai KUHD pasal 2 sampai 5,makna yang menjadi subjek di dalam hukum dagang adalah pedagang yang kemudian dengan istilah perusahaan baik itu perorangan maupun badan hukum.
2.      Objek hukum dagangm objek hukum dagang sama dengan objek hukum perdata, yaitu segala benda atau hak yang dapat dimiliki oleh subjek umum. Bedanya jika objek dagang harus dapat diperdagangkan atau diusahakan untuk mencari keuntungan.

F.   MENYAJIKAN ATURAN DALAM REGULASI BISNIS
1.      Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
2.      Ratifikasi Kovensi  Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia  sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization).
3.      Peraturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
4.      UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut:
a)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
b)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
c)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
d)     Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
5.      UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kewajiban Pengusaha
a)    Membuat pembukuan diatur Pasal 6 KUHD, Setiap orang yang menjalankan perusahaan 
supaya membuat catatan/pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan 
dengan perusahaan, sehingga dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak
b)   Mendaftarkan perusahaannya diatur UU No. 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Setiap orang/badan yang mrnjalankan perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985
Menyusun Rencana Usaha berdasarkan Regulasi Bisnis
Pengertian Rencana Usaha  adalah proses penetuan visi, misi dan tujuan, strategi kebijakan, prosedur, aturan, program, dan anggaran yang diperlukan untuk menjalankan suatu usaha atau bisnis tertentu.
a)    Manfaat Rencana Usaha
1.      Menunjukan bahwa bisnis  itu layak dan menguntukan
2.      Mendapatkan pembiyaan bank
3.      Mendapatkan dana investasi
4.      Mengaturdengan siapa harus bekerja sama
5.      Mendaptakn kontrak besar
6.      Menarik tenaga kerja inti
7.      Memotivasi dan fokus  
b)   Isi rencana Usaha
1.      Tampilan Cover
2.      Pendahuluan
a.       Rangkuman kegiatan rencana usaha
b.      Latar belakang bisnis
c.       Visi dan misi
d.      Tujuan dan sasaran
3.      Aspek Perizinan dan lokasi Usaha
a.       Perizinan
b.      Lokasi usaha
4.      Aspek pemasaran
5.      Aspek manajemen dan Organisasi
a.       Manajemen dan organisasi usaha
b.      Relasi dan jaringan
6.      Aspek Produksi
a.       Deskripsi produk dan jasa
b.      Proses produksi
c.       Mesin dan peralatan yang dibutuhkan
d.      Bahan baku dan bahan pembantu yang dibutuhkan
e.       Tenaga produksi
f.       Biaya produksi
7.      Aspek Keuangan
a.       Proyeksi anggaran usaha
b.      Analisa kelayakan usaha
c.       Sumber pendanaan usaha
8.      Perencanaan Resiko
9.      Penutup



sekian dari saya...
semoga bermanfaat ..
rabbi zidni ilman, warzuqni fahman ;)

Lihat Juga >>> Badan Usaha (Kelas XI Peng.Ekonomi Bisnis)
dan >>>> Teori Perlindungan Konsumen