Wednesday, April 6, 2016

TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN

TEORI  KETENTUAN PELINDUNGAN KONSUMEN
A.  UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah
-       hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsibarang dan atau jasa;
-       hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
-       hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-       hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
1.       Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2.       Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3.       Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4.       Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5.       Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6.       Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7.       Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

B.  HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam pasal 4 dan 5 UU No. 8 Tahun 1999, sebagai berikut:
a)   Hak konsumen antara lain:
1.      hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.      hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.      hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.      hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.      hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.      hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.      hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.      hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau  jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b)   Kewajiban konsumen adalah:
1.      membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.      beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.      membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.      mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.

C.  HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA / PENGUSAHA
Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 Tahun 1999. sebagai berikut
a)   Hak pelaku usaha adalah:
1.      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b)   Kewajiban pelaku usaha adalah:
1.      beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.      memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

D.  SANKSI-SANKSI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
a)      Sanksi Perdata :
Ganti rugi dalam bentuk :
Ø Pengembalian uang atau
Ø Penggantian barang atau
Ø Perawatan kesehatan, dan/atau
Ø Pemberian santunan
Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
b)     Sanksi Administrasi :
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
c)      Sanksi Pidana :
Kurungan :
v Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah)
(Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17  ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
v Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
(Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
d)     Hukuman tambahan , antara lain :
v Pengumuman keputusan Hakim
v Pencabuttan izin usaha;
v Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
v Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
v Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

E.  BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL (BPKN)
a)      Sejarah BPKN
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. Pembentukan berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001 tentang Tugas, Fungsi serta Keanggotaan BPKN. Oleh karena BPKN terbentuk karena adanya UUPK maka tentu saja sejarah BPKN tidak lepas dari sejarah UUPK itu sendiri.
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadi pada dekade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan Mei 1973. Ketika itu gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, penelitian, pengujian, pengaduan, dan publikasi media konsumen. Ketika YLKI berdiri, kondisi politik bangsa Indonesia saat itu masih dibayang-bayangi dengan kampanye penggunaan produk dalam negeri. Namun, seiring perkembangan waktu, gerakan perlindungan konsumen dilakukan melalui koridor hukum yang resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan hukum kepada masyarakat atau konsumen. Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar, penyusunan naskah penelitian, pengkajian dan naskah akademik RUU (perlindungan konsumen). Sekedar untuk mengingat secara historis, beberapa di antara kegiatan tersebut adalah:

b)     Dasar Hukum BPKN
Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan terbentuknya Badan Perlindungan Konsumen antara lain:
1.      UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2.      Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen.

c)      Nama, Kedudukan, Fungsi dan Tugas

Nama
Pasal 31 :
“Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional”
Dalam pasal ini, dapat diketahui bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) diadakan untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen di indonesia. Istilah “mengembangkan” yang digunakan di dalam rumusan pasal ini, menunjukkan bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dibentuk sebagai upaya untuk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur dalam pasal yang lain, khususnya tentang pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, pengaturan larangan-larangan bagi pelaku usaha di dalam menjalankan bisnisnya, pengaturan tanggung jawab pelaku usaha, dan pengaturan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.
Pengaturan tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional memperlihatkan bentuk kesungguhan pembuatan undang-undang memberikan perlindungan kepada konsumen yang selama ini lebih banyak hanya dijadikan sebagai objek produksi barang dan/atau jasa oleh pelaku usaha. Sebagai objek produksi yang dimaksud adalah karena berbagai produk yang dibuat lebih banyak berpihak pada kepentingan pelaku usaha dan mengabaikan kepentingan konsumen. Seperti produk yang tidak layak dikonsumsi, tidak memuat komposisi dalam label atau etiket barang yang dikeluarkan, tidak memenuhi standar mutu, dan sebagainya. Dengan adanya UUPK ini, produk barang dan/atau jasa seperti itu telah dilarang untuk ditawarkan, dipromosikan, diiklankan dan/atau diperdagangkan.

Kedudukan
Pasal 32 :
“Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggungjawab kepada Presiden.”
Pasal ini memberikan kedudukan Badan Pelindungan Konsumen Nasional di ibu kota negara dan bertanggungjawab kepada Presiden. Konsumen Nasional tidak dapat diintervensi oleh pihak departemen Perdagangan dan Penindustrian di dalam pelaksanaan tugasnya. Kedudukannya independen dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. 

Fungsi
Pasal 33 :
“Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.”
Pasal ini memperjelas peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional terhadap pemberdayaan konsumen. Pasal ini bersifat umum, yang selanjutnya akan dijelaskan oleh pasal 34.
Fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia dapat trejadi dalam berbagai bentuk dan tidak terbatas pada penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.

Tujuan
Pasal 34 :
1)   Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas :
a)      Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
b)      Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
c)      Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
d)     Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
e)      Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f)       Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;
g)      Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.

2)   “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen internasional.”


sekian dari saya.. semoga bermanfaat
rabbi zidni ilman, warzuqni fahman :)

dan >>>> Regulasi Bisnis

No comments:

Post a Comment