Sunday, September 27, 2015

TRANSFORMASI GEOMETRI (Refleksi/Pencerminan)

REFLEKSI (PENCERMINAN) 
Secara gambar koordinat, pencerminan dapat dilihat sebagai berikut :
Berikut ialah cara mencari refleksi/pencerminan dari suatu koordinat :
REFLEKSI (PENCERMINAN)
Koordinat Titik Asal
Dicerminkan terhadap garis
Koordinat titik bayangan(hasilnya)
(a,b)
Sumbu X (y = 0)
(a,-b)
(a,b)
Sumbu Y (x = 0)
(-a,b)
(a,b)
Titik asal (0,0)
(-a,-b)
(a,b)
y = x
(b,a)
(a,b)
y = -x
(-b,-a)
(a,b)
x = h (ada angkanya)
(2h-a , b)
(a,b)
y = k (ada angkanya)
(a, 2k-b)

Refleksi dapat dibentuk dengan matriks, berikut matriks yang sesuai dengan refleksi :
  1. Sumbu X (y=0) , maka

  2. Sumbu Y (x=0), maka 

  3. Titik asal (0,0), maka

  4. y = x, maka

  5. y = -x, maka


 Contoh Soal dan Pembahasan :
1. Tentukan bayangannya jika :
a) A(3,5) dicerminkan terhadap sumbu X

A(a,b) A'(a,-b)
maka, A(3,5) A'(3,-5)

Dalam matriks : =

b) B(4,-2) dicerminkan terhadap sumbu Y 

B(a,b) B'(-a,b)

maka, B(4,-2) B'(-4,-2)

Dalam Matriks : =

c) C(2,-5) dicerminkan terhadap titik asal O(0,0) 

C(a,b) C'(-a,-b)

maka, A(2,-5) A'(-2,5)

Dalam Matriks : =

d) D(-7,2) dicerminkan terhadap garis y=x 

D(a,b) D'(b,a)

maka, D(-7,2) D'(2,-7)

Dalam Matriks : =

e) E(-5,-4) dicerminkan terhadap garis y = -x 

E(a,b) E'(-b,-a)

maka, D(-5,-4) D'(4,5)

Dalam matriks : =

f) F(2,-3) dicerminkan terhadap garis x =3 

F(a,b) F'(2.3-a, b)

maka, F(2,-3) F'(2.3-2, -3) = F'(4,-3)

g) G(-1,7) dicerminkan terhadap garis y = 4 

G(a,b) G'(a, 2.4-b)

maka, G(-1,7) G'(-1, 2.4-7) = G'(-1,1)


 2. Tentukan bayangan aris 5x + 4y = 7 jika direfleksikan terhadap garis y = -x. 

ini berarti A(X,Y) A'(-Y,-X)

 sehingga X=-Y' dan Y=-X'

Maka, garis bayangan 5x + 4y = 7 adalah
 5(-Y) + 4(-X) = 7
-5y - 4x = 7

 Sekian dari saya.. semoga bermanfaat.. Rabbi zidni ilman warzuqni fahman :)

Saturday, September 26, 2015

PENENTUAN HARGA PEROLEHAN DAN HARGA PENJUALAN

PENENTUAN HARGA PEROLEHAN DAN HARGA PENJUALAN

Di dalam Pasal 10 UU PPh diatur beberapa ketentuan yang terkait dengan penentuan harga perolehan atau harga penjualan yang mengakibatkan adanya pengalihan harta, berikut uraiannya :
1)   Jual beli
a.      Tidak ada hubungan istimewa
Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli 
harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima,

b.      Terdapat hubungan istimewa
Harga perolehan atau harga penjualan, dalam hal terjadi jual beli harta yang di dalamnya terdapat hubungan istimewa antara pihak yang melakukan transaksi jual beli, adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Contoh Kasus :
CV.AXA menjual mobil kepada CV.BETA dengan harga Rp.100.000.000, tetapi harga pasar wajar dari mobil tersebut adalah Rp.150.000.000. Nilai Buku mobil tersebut bagi CV.AXA adalah Rp.90.000.000.
Jika CV.AXA dan CV.BETA ada hubungan istimewa. Harga penjualan adalah harga pasar wajar yakni Rp.150.000.000, sehingga keuntungan  yang diperoleh oleh CV.AXA sebesar Rp.50.000.000

2)   Tukar menukar
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Contoh Kasus :
             PT.AL menukarkan mobil “Blast” (Nilai Buku Rp.100.000.000, Harga Pasar Rp.150.000.000) dengan mobil “Center” (Nilai Buku Rp.80.000.000, Harga Pasar Rp.150.000.000) milik PT.EL
             Dari transaksi tersebut, PT.AL memperoleh keuntungan sebesar Rp.50.000.000 dan PT.EL memperoleh keuntungan sebesar Rp.70.000.000
             Sehingga harga perolehan Mobil “Blast” dan Mobil “Center” dari pertukaran tersebut adalah sebesar Harga Pasarnya yaitu Rp.150.000.000

3)   Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Contoh Kasus :
Fa.Squad menggabungkan usaha dengan Fa.Mark. pada saat penggabungan, mobil yang dimiliki Fa.Squad memiliki Nilai Buku Rp.150.000.000, sedangkan harga psarnya adalah Rp.175.000.000.
Maka Fa.Squad memperoleh keuntungan sebesar Rp.25.000.000

4)   Hibah, bantuan, sumbangan,
Apabila terjadi pengalihan harta dalam bentuk hibah, bantuan, sumbangan
a)    yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh (Artinya, tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pemberi dan penerima), dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
b)   yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh(Artinya, ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penquasaan antara pemberi dan penerima), dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
Contoh Kasus :
a)      CV.Sinar menghibahkan mobil kepada Yayasan Panti Jompo. Nilai buku mobil tersebut bagi CV.Sinar adalah Rp.100.000.000 dan Harga Pasarnya Rp.150.000.000. harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar nilai bukunya Rp.100.000.000, sehingga tidak ada keuntungan yang diakui oleh CV.Sinar
Demikian juga bagi Yayasan Panti Jompo, harga perolehan mobil adalah sebesar Rp.100.000.000
b)      CV.Sinar menghibahkan mobil kepada Tuan Han yang merupakan salah satu mitra bisnis CV.Sinar. nilai buku mobil tersebut bagi CV.Sinar adalah Rp.100.000.000 dan Harga Pasarnya Rp.150.000.000. mobil tersebut bagi Tuan Han merupakan objek pajak, karena antara CV.Sinar dan Tuan Han terdapat hubungan usaha. Harga pengalihan mobil tersebut adalah sebesar Harga Pasarnya Rp.150.000.000
Sehingga keuntungan yang diakui oleh CV.Sinar sebesar Rp.50.000.000. Bagi Tuan Han, Harga Perolehan mobil adalah sebesar Rp.150.000.000

5)   Warisan
Harga perolehan untuk harta yang diperoleh melalui warisan adalah sebesar Nilai Buku bagi pihak yang mengalihkan atau nilai yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak
Contoh Kasus :
Tuan Han mewariskan mobil kepada Zai. Nilai buku mobil tersebut bagi Tuan Han adalah Rp.100.000.000 dan Harga Pasarnya Rp.150.000.000. Harga Pengalihan Mobil tersebut adalah sebesar Nilai Bukunya Rp.100.000.000

6)   Pengalihan harta sebagai setoran modal
Apabila terjadi pengalihan harta sebagai pengganti penyertaan saham, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf c UU PPh, dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Contoh Kasus :
Tuan Han menyerahkan sebuah mobil sebagai penyertaan modal pada CV.Sinar. Mobil tersebut sebelumnya digunakan untuk usaha rental milik Tuan Han. Harga pasar mobil adalah Rp.100.000.000, sedangkan Nilai Bukunya adalah Rp.80.000.000
Dari transaksi tersebut keuntungan atas pengalihan mobil Tuan Han sebesar RP.20.000.000 dan Harga Perolehan obil bagi CV.Sinar sebesar Rp.100.000.000

7)   Penilaian atau Pemakaian Persediaan

Untuk perhitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO)

Batasan Pengertian Harga Perolehan dan Harga Penjualan

A.   HARGA PEROLEHAN 
·      Harga beli ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan sampai dengan aktiva siap digunakan
·     Semua biaya yang dikeluarkan atau terjadi untuk mendapatkan aktiva tersebut sehingga siap untuk dipakai dalam kegiatan normal perusahaan.
Yang termasuk dalam harga perolehan adalh : harga beli aktiva , ditambah bioaya angkut , biaya pemasangan , biaya asuransi waktu pemasangan , biaya komisi , biaya balik nama dan lain-lain
Contoh :
PT.Citra Nusa yang beroperasi di Kota Bogo membeli sebuah mesin dari perusahaan supplier di Cikarang seharga Rp.100.000.000, PPh 22 sebesar 7,5% PT Citra Nusa, mesin dikirim via kurir yang ditunjuk, ongkos kirim dari Cikarang ke Bogor sebesar Rp.1000.000 dan instalasi pemasangan mesin memakan biaya Rp.500.000 dan asuransi pengiriman sebesar Rp.150.000
Pembahasan :
Jika diuraikan semua pengeluaran untuk memperoleh mesin tersebut adalah sebagai berikut :
Pembelian Mesin                Rp. 100.000.000
PPh 22                                Rp.     7.500.000
Ongkos kirim                      Rp.     1.000.000
Asuransi                              Rp.        150.000
Biaya Instalasi                    Rp.        500.000 +
                                            Rp. 109.150.000\
Total Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.109.150.000 merupakan Harga perolehan atas mesin tersebut.

B.   HARGA PENJUALAN
Harga yang ditetapkan berdasarkan jumlah uang yang diterima pada saat menjual suatu barang.

Lainnya :

1)   Nilai Residu/nilai sisa adalah scrap value; residual value yaitu nilai sisa suatu barang yang sudah habis umur ekonomisnya; dalamakuntansi nilai tersebut diperhitungkan sebagai pengurang biaya overhead.
2)   Depresiasi adalah penurunan potensi jasa/penyusutan nilai aktiva
3)   Deplesi merupakan istilah lain dari penyusutan atau amortisasi khusus untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, misalnya biji besi, hasil tambang, kayu hutan dan sebagainya. Lapisan mineral, batu bara, kayu, gas alam, dan minyak tanah merupakan subyek dari deplesi
4)   Amortisasi adalah pengurangan nilai aktiva tidak berwujud, seperti merek dagang, hak cipta, dan lain-lain, secara bertahap dalam jangka waktu tertentu pada setiap periode akuntansi.
5)   Harga Pembelian
Harga Pembelian adalah harga yang ditetapkan berdasarkan jumlah uang yang diberikan pada saat membeli suatu barang.
Harga pembelian di sebut juga modal. Dalam situasi tertentu harga pembelian (modal) ditambah dengan ongkos atau biaya lainnya :-)
6)   Untung
adalah selisih antara h.pembelian dan h. penjualan, dengan syarat
Harga penjualan > harga Pembelian
7)   Rugi
AdaLah selisih H. penjualan dan H.pembelian dengan syarat
Harga penjualan < Harga pembelian

Lihat juga >>>> Penentuan Harga Perolehan dan Harga Penjualan

Pengurangan atau biaya yang tidak diperkenankan dikurangi dari penghasilan bruto

PENGURANGAN ATAU BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN DIKURANGI DARI PENGHASILAN BRUTO
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. 

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi :
1.    Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
2.    Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.
3.     Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
a)      cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b)      cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c)      cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 
d)      cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 
e)      cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
f)       cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
4.    Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak.
Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
5.    Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan merupakan objek pajak. Selaras dengan hal tersebut, dalam ketentuan ini penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya:
1.      penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil;
2.      pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; dan
3.      pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
6.    Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen.
7.    Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; 
8.    Pajak penghasilan;
Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
9.    Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
10.    Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut.
11.    Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
    Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A. 
    Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus pada tahun pengeluaran, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi selama masa manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.



Pengurangan atau biaya yang diperkenankan dikurangi dari penghasilan bruto

Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. 

Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan,yaitu:
1) Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya
2) Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

PENGURANGAN ATAU BIAYA YANG DIPERKENANKAN DIKURANGI DARI PENGHASILAN BRUTO
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, biaya-biaya yang boleh dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah :
1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
a)biaya pembelian bahan;
b)biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,gaji, honorarium,bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang
c)bunga, sewa, dan royalti;
d)biaya perjalanan;
e)biaya pengolahan limbah;
f)premi asuransi;
g)biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
h)biaya administrasi; dan
i)pajak kecuali Pajak Penghasilan;
   
    Biaya-biaya yang dimaksud dalam ketentuan ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Contoh:
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
a. penghasilan yang bukan merupakan objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf h Rp100.000.000,00
b. penghasilan bruto lainnya sebesar Rp300.000.000,00 (+) 
Jumlah penghasilan bruto = Rp 100.000 + Rp 300.000 = Rp400.000.000,00
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus rupiah), biaya juta yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar 3/4 x Rp200.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
     Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
     Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
     Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. 
       Atas kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
5)Kerugian selisih kurs mata uang asing;
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing dapat dibebankan sebagai biaya dan diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
6)Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
7)Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat:
1.Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2.Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3.Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4.Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

        Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
        Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya.
        Tata cara pelaksanaan persyaratan yang ditentukan dalam ayat (1) huruf h ini diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

9)Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
10)Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11)Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
12)Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan
13)Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(Poin 9-13)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2010 tentang sumbangan bencana, fasilitas pendidikan, penelitian dan pembinaan olah raga dan pembangunan infrastruktur yang mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2010. menyatakan bahwa
  • Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas:
1.     Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui, badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;
2.     Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan;
3.     Sumbangan fasilitas pendidikan, yang merupakan sumbangan berupa fasilitas pendidikan yang disampaikan melalui lembaga pendidikan;
4.     Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga, yang merupakan sumbangan untuk membina, mengembangkan dan mengoordinasikan suatu atau gabungan organisasi cabang/jenis olahraga prestasi yang disampaikan melalui lembaga pembinaan olah raga; dan
5.     Biaya pembangunan infrastruktur sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan umum dan bersifat nirlaba.
  • Sumbangan dan/atau biaya  dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:
1.     Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2.     pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan  diberikan;
3.     didukung oleh bukti yang sah; dan
4.     lembaga yang menerima sumbangan dan/ atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
  • Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk 1 (satu) tahun dibatasi tidak melebihi 5% (lima persen) dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya.
  • Sumbangan dan/atau biaya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pihak pemberi apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
  • Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang.
  • Biaya pembangunan infrastruktur sosial iberikan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.
  • Nilai sumbangan dalam bentuk barang  ditentukan berdasarkan:
1.     nilai perolehan, apabila barang yang disumbangkan belum disusutkan;
2.     nilai buku fiskal, apabila barang yang disumbangkan sudah disusutkan; atau
3.     harga pokok penjualan, apabila barang yang disumbangkan merupakan barang produksi sendiri.
  • Nilai biaya pembangunan infrastruktur sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditentukan berdasarkan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk membangun sarana dan/atau prasarana.
  • Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib dicatat sesuai dengan peruntukannya oleh pemberi sumbangan.
  • Badan penanggulangan bencana dan lembaga atau pihak yang menerima sumbangan harus menyampaikan laporan penerimaan dan penyaluran sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk setiap triwulan.
  • Lembaga penerima sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud wajib menyampaikan laporan penerimaan sumbangan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan danj atau biaya.
  • Lembaga penerima sumbangan dan/atau biaya yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak melaporkan sumbangan dan/atau biaya sebagai lampiran laporan keuangan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak diterimanya sumbangan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan dan pelaporan sumbangan dan/atau biaya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
14) Biaya Telepone seluler dan pemeliharaan kendaraan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002  tentang perlakuan pajak penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan
1.     Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran I butir 1 huruf c sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
2.     Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3.     Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenisyang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
4.     Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
5.     Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.
6.     Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.
7.     Apabila atas penghasilan Wajib Pajak yang dapat dibebani biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus.
8.     Atas biaya-biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3, tidak merupakan penghasilan bagi para pegawai perusahaan yang bersangkutan.
15) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan  didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan setelah dikurangkan dari penghasilan bruto didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

Contoh :
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp200.000.000,00
2011 : rugi fiskal (Rp300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp N I H I L
2013 : laba fiskal Rp100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp800.000.000,00

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009                 (Rp1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2010                  Rp   200.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2011                 (Rp   300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2012                 Rp      N I H I L        (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2013                 Rp    100.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp   900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2014                 Rp    800.000.000,00 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009         (Rp   100.000.000,00)

Rugi fiskal tahun 2009  sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.


Lihat juga >>>>> Pengurangan atau biaya yang tidak diperkenankan dari penghasilan bruto