PENGURANGAN ATAU BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN DIKURANGI DARI PENGHASILAN BRUTO
Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara
pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Pada
prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya
yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek
pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama
masa manfaat dari pengeluaran tersebut.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, pengeluaran yang tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
seperti dividen termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk pembayaran
dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada
anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya karena
pembagian laba tersebut merupakan bagian dari penghasilan badan tersebut yang
akan dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan adalah
biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi,
biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk
kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya.
3.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan,
kecuali:
a) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan
badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
b) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan
bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin
Simpanan;
d) cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan;
e) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha
kehutanan; dan
f)
cadangan
biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
4.
Premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;
Premi untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
orang pribadi tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, dan pada saat
orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan
tersebut bukan merupakan Objek Pajak.
Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja,
maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan
bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek
Pajak.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
Sebagaimana telah diuraikan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d,
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan dianggap bukan
merupakan objek pajak. Selaras dengan hal tersebut, dalam ketentuan ini
penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan pengeluaran yang
dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja. Namun, dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut
ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan
penghasilan pegawai yang menerimanya:
1.
penggantian
atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan
dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil;
2.
pemberian
natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan
sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya,
seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas
keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan
yang sejenisnya; dan
3. pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman
bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
6.
Jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan;
Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran imbalan yang
diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham. Karena pada dasarnya
pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar
sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi
kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Misalnya, seorang
tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan memberikan jasa
kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang
setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), jumlah
sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai
biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham tersebut jumlah
sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai
dividen.
7.
Harta
yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
8.
Pajak
penghasilan;
Yang dimaksudkan dengan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah Pajak
Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib
Pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto perusahaan.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan,
firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada
imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh anggota
persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
badan tersebut.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundangundangan di bidang perpajakan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal
11A.
Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang
mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya
dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan
terhadap penghasilan. Sejalan dengan prinsip penyelarasan antara pengeluaran
dengan penghasilan, dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan sekaligus pada tahun
pengeluaran, melainkan dibebankan melalui penyusutan dan amortisasi selama masa
manfaatnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 11A.
No comments:
Post a Comment