Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 dan SK Direktur BI Nomor 32/33/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999, menetapkan ketentuan bagi pendirian bank umum dan BPR bahwa untuk pendirian Bank Umum dan BPR meliputi persetujuan prinsip dan izin usaha.
a. Izin Prinsip
Izin prinsip adalah persetujuan yang diberikan untuk melakukan persiapan pendirian bank. Untuk memperoleh persetujuan prinsip, calon pemilik mengajukan kepada BI yang memuat:
1) Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk AD/ART, dengan memuat:
a. Nama dan tempat kedudukan
b. Kegiatan usaha sebagai bank
c. Permodalan
d. Wewenang, tanggung jawab dan masa jabatan komisaris dan direksi
2) Daftar kepemilikan
a. Daftar calon pemegang saham berikut rincian besaran kepemilikan saham (PT)
b. Daftar calon anggota berikut simpanan pokok, wajib dan hibah (koperasi)
3) Rencana organisasi
4) Rencana kerja tahun pertama
b. Analisis terhadap peluang pasar dan potensi ekonomi
c. Rencana kegiatan usaha, penghimpunan dan penyaluran dana bank, serta langkah-langkahnya
d. Rencana kebutuhan pengawai
e. Proyeksi arus kas selama 12 bulan, neraca dan perhitungan laba rugi
5) Bukti setoran modal minimal 30% dari modal disetor dalam bentuk bilyet giro BI
a. Modal disetor untuk Bank Umum sebesar 3 trilliun.
b. Modal disetor untuk BPRS
c. 2 M untuk wilayah Jabodetabek
d. 1 M untuk Ibu kota Propinsi
e. 500 Juta untuk kota dan kabupaten diluar keduanya.
6) Surat pernyataan dari calon pemilik, bahwa modal tsb;
a. Tidak berasal dan pinjamanan atau fasilitas pembiayaan.
b. Tidan berasal dan untuk pencucian uang
7) Persetujuaan selambat-lambatnya akan diberikan selama 60 hari setelah dokumen permohonan diterima. BI wajib melakukan
a. Penelitian atas kelengkapan dan kebbenaran dokumen.
b. Wawancara terhadap calon pemilik, komisasris dan direksi
c. Ananlisis yang meliputi;
d. Tingkat persaingan yangsehat antar bank
e. Tingkat kejenuhan bank
f. Kondisi ekonomi/pemerataan
g. Pernyataan pemilik
8) Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama 360 hari
b. Izin Usaha
Izin usaha adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank, setelah persiapan pendirian bank selesai dilakukan. Izin usaha di ajukan kepada Bank Indonesia dengan melampirkan:
1) Akta pendirian badan hukum, termasuk AD/ART yang telah disahkan instansi berwenang
2) Data kepemilikan berupa daftar pemegang saham atau daftar anggota.
3) Daftar susunan komisaris dan direksi
4) Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk personalia
5) Bukti pelunasan modal disetor minimum
6) Bukti kesiapan operasional
a. Daftar aktiva tetap dan inventaris
b. Bukti kepemilikan, penguasaan dan sewa kantor
c. Foto gedung dan tata letak ruangan
d. Contoh formulir atau warkat yang akan digunakan untuk operasional bank
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan
7) Surat pernyataan dari pemilik bank bahwa pelunasan modal disetor;
a. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
b. Tidak berasal dan untk pencucian uang
8) Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota komisaris
9) Surat pernyataan tidak merangkap jabatan bagi anggota direksi
10) Surat pernyataan dari anggota komisaris dan direksi bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hubungan kekeluargaan
11) Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri ataupun bersama sama tidak memiliki saham melebihi 25% dari jumlah modal disetor pada suatu perusahaan lain.
12) Persetujuan atau penolakan izin usaha diberikan selambat-lambatnya 60 hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap
13) Bank yang telah mendapat izin usaha dari direksi BI wajib melaksanakan kegiatan usaha selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal izin usaha dikeluarkan.
14) Laporan kegiatan usaha wajib disampaikan oleh direksi bank kepada BI selambat-lambatnya 10 hari sejak tanggal dimulainya kegiatan operasional
c. Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
1) Persyaratan Umum anggota dewan komisaris dan direksi
a. Tidak termasuk daftar hitam BI
b. Memiliki kemampuan melaksanakan tugas
c. Memiliki integritas
Akhlak dan moral
Komitmen
Disiplin
Layak dan wajar
2) Bank yang sebagian sahamnya dimiliki asing boleh menempatkan WNA sebagai anggota komisaris dan anggota direksi.
3) Jumlah anggota komisaris sekurang-kurangnya dua orang dan wajib memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman di bidang perbankan
4) Anggota dewan komisaris hanya dapat merangkap jabatan
a. Sebagai anggota komisaris sebanyak-banyaknya satu bank lain/BPR
b. Sebagai anggota dewan komisasris, direksi atau eksekutif sebanyak-banyaknya dua perusahaan lain bukan bank/BPR
5) Mayoritas anggota komisasri dilarang memiliki hubungan keluarga
6) Direksi bank minimal berjumlah 3 orang dan memiliki pengalaman operasional bank minimal selama 5 tahun sebagai pejabat eksekutif bank
7) Anggota direksi dilarang rangkap jabatan pada perusahaan lain
8) Anggota direksi dilarang memiliki hubungan kekeluargaan
9) Anggota direksi juga dilarang memiliki saham melebihi 25 % dari modal disetor pada perusahaan lain.
10) Direksi bank dilarang memberikan tugas kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas
11) Calon anggota direksi dan komisaris harus mendapat persetujuan BI.
a. Permohonan diajukan ke BI
b. BI melakukan proses selama maksimal 15 hari meliputi;
Kelengkapan dan kebenaran dokumen
Wawancara terhadap calon
Laporan pengangkatan disampaikan kepada BI maksimal 10 hari setelah pengangkatan disahkan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
2. BENTUK BADAN HUKUM BANK
Disamping izin yang telah diajukan, maka permohonan dapat memilih bentuk badan hukum yang diinginkan dan yang telah ditentukan. Pemilihan bentuk badan hukum ini tergantung dari jenis bank yang dipilihnya. Masing-masing bentuk badan mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Ada beberapa bentuk hukum bank yang dapat dipilih jika ingin mendirikan bank sesuai dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998.. Bentuk badan hukum Bank Umum dapat berupa salah satu dari alternative di bawah ini:
Perseroan Terbatas
Koperasi atau
Perseroan daerah (PD)
Sedangkan bentuk badan hukum Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan undang-undang nomor 7 tahun 1992 dapat berupa:
Perusahaan Daerah (PD)
Koperasi
Perseroan Terbatas (PT)
Atau bentuk lainnya yang ditetapkan pemerintah
3. KERAHASIAAN BANK
a. Pengertian
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya (Pasal 1 angka 28 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan).
Yang dimaksud dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya meliputi segala keterangan tentang orang dan badan yang memperoleh pemberian layanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri, meliputi:
o Jumlah kredit
o Jumlah dan jenis rekening nasabah (Simpanan Giro, Deposito, Tabanas, Sertifikat, dan surat berharga lainnya);
o Pemindahan (transfer) uang
o Pemberian garansi bank
o Pendiskontoan surat-surat berharga
o Pemberian kredit.
Yang dimaksud Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian Bank dengan nasabah yang bersangkutan
Sedangkan yang dimaksud dengan Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka (5) UU No.10 Tahun 1998).
b. Sifat Rahasia Bank
Mengenai sifat Rahasia Bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan, yaitu:
1. Teori Mutlak (Absolute Theory)
Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannya tidak boleh dibuka (diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasiaan tersebut, Bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya.
Keberatan terhadap teori mutlak ini adalah terlalu individualis, artinya hanya mementingkan hak individu (perseorangan). Disamping itu, teori ini juga bertentangan dengan kepentingan umum, artinya kepentingan Negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan Negara atau masyarakat banyak. Dengan kata lain menurut teori ini,sifat mutlak rahasia bank sangat sukar untuk ditterobos dengan alasan apapun dan oleh hukum dan undang-undang sekalipun. Teori mutlak ini banyak dianut oleh bank-bank yang ada di Negara Swiss.
2. Teori Relatif (Relative Theory)
Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat relative (terbatas). Semua keterangan mengenai nasabahdan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, Rahasia Bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang berwenang.
Keberatan terhadap teori ini adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum karena tidak terkena penyidikan. Dengan demikian dananya tetap aman.
Namun teori relative ini sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan Negara atau kepentingan masyarakat banyak tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan yang sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian teori relative ini melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat maupun Negara. Teori ini di anut oleh bank-bank yang ada di Negara Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Di Indonesia teori relative ini diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
c. Pengecualian Rahasia Bank
Dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan bahwa :
“Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A”.
Kata “kecuali” diartikan sebagai pembatasan terhadap berlakunya Rahasia Bank. Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi Bank tidak boleh merahasiakannya (boleh mengungkapkannya) dalam hal sebagai berikut :
1. Untuk Kepentingan Perpajakan
Dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ditentukan : “Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”.
Untuk pembukaan (pengungkapan Rahasia Bank, Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menetapkan unsur-unsur yang wajib dipenuhi sebagai berikut :
Pembukaan Rahasia Bank itu untuk kepentingan perpajakan.
Pembukaan Rahasia Bank itu atas permintaan tertulis Menteri keuangan.
Pembukaan Rahasia Bank itu atas perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia.
Pembukaan Rahasia Bank ittu dilakukan oleh Bank dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan Menteri Keuangan.
Keterangan dengan bukti-bukti tertulis mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tersebut diberikan kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis Pimpinaan Bank Indonesia.
2. Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank
Penyelesaian piutang Bank diatur dalam Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan Nasabah Debitur
b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara.
c. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.
3. Untuk kepentingan Peradilan Pidana
Kepentingan peradilan Dalam Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada Bank.
b. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
c. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksan atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
4. Untuk kepentingan peradilan Perdata
Menurut ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 :
“Dalam perkara perdata antara Bank dengan nasabahnya, direksi Bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memnerikan keterangan lainnya yang relevan dengan perkara tersebut”.
Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh Bank kepada pengadilan tanpa izin Menteri. Karena pasal ini tidak diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuiakan, yang memberi izin adalah Pimpinan Bank Indonesia.
5. Untuk keperluan Tukar-Menukar Informasi antar Bank
Tukar-menukar informasi antar Bank diatur Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
Ayat (1)
“Dalam rangka tukar-menukar informasi antar Bank, direksi Bank dapat memberitahkan keadaan keuangan nasabahnya kepada Bank lain”.
Dalam Penjelasannya dinyatakan :
“Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha Bank antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank yang lain. Dengan demikian, Bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan Bank lain”.
Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antarbank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia ayat (2). Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan infprmasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indicator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet.
6. Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah,
Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan sebagai berikut:
a. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah Penyimpan pada Bank yang bersangkutan kepada pihak yang tunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.
b. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yag bersangkutan yang berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
a. Berdasarkan ketentuan Pasal 44A ayat (1), Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asal ada permintaan, atau persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasehat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat (2) ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan sebagai ahli waris yang sah.
4. Sanksi Pelanggaran Kerahasian Bank
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui ini keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan yang tercantum dalam undang-undang No 10 Tahun 1998.
Pembukaan rahasia bank yang tidak mengacu kepada ketentuan dari BI berdasarkan pasal 51 ayat 1 Undang-undang tentang perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan diancam dengan ketentuan pidana dan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 47 dan pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai berikut
a. Sanksi Pidana
Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan bank indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 dan paling banyak Rp.2.000.000.000.
1) Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 4 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.
2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.
b. Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut, untuk setiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut :
1) Denda Uang
2) Teguran tertulis
3) Penurunan tingkat kesehatan bank
4) Larangan turut serta dalam kegiatan kliring
5) Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan
6) Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia
7) Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela dibidang perbankan
Dasar-dasar perbankan Kelas X SMK Jilid 2
sangat bermanfaat,terima kasih gan,moga sukses *jempol*
ReplyDeleteSip
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDelete